Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakkan dalam tindakan manusia. Kelayakkan diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua ujung ekstreem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstreem itu menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama. Jika tidak, maka masing-masing orang akan menerima bagian yang tidak sama. Sedangkan pelanggaran terhadap proporsi tersebut berarti ketidak adilan.
Berbicara tentang keadilan, pasti kita ingat akan dasar negara kita, Pancasila. Sila kelima dalam Pancasila berbunyi: "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Dalam dokumen lahirnya Pancasila diusulkan oleh Bung Karno adanya prinsip kesejahteraan sebagai salah satu dasar negara. Selanjutnya, prinsip itu dijelaskan sebagai prinsip "tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka". Dari usul dan penjelasan itu, nampak adanya pemburuan pengertian kesejahteraan dan keadilan.
Bung Hatta dalam uraianya mengenai sila "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" menulis sebagai berikut "keadilan sosial adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur". Selanjutnya diuraikan bahwa para pemimpin Indonesia yang menyusun UUD'45 percaya bahwa cita-cita keadilan sosial dalam bidang ekonomi adalah dapat mencapai kemakmuran yang merata. Langkah-langkah menuju kemakmuran yang merata diuraikan secara terperinci.
Rasa Keadilan dan ketidakadilan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Karena dalam hidupnya manusia menghadapi keadilan atau ketidakadilan setiap hari. Oleh sebab itu, keadilan dan ketidakadilan menimbulkan daya kreativitas manusia. Banyak hasil seni lahir dari imajinasi ketidakadilan, seperti puisi, novel, musik, dan lain-lain.
Sumber:
- Seri Diklat IBD Gunadarma
0 comments:
Post a Comment